Sunday, June 10, 2018

Kaleidoskop Teknologi 2015

Kaleidoskop Teknologi 2015



Tahun 2015 akan segera meninggalkan kita. Beragam kisah telah hadir di tahun ini, baik di dunia software maupun hardware. Karenanya, kami merangkum beberapa teknologi penting yang terjadi di 2015.


Seperti biasa, bulan Desember menjadi waktu yang tepat untuk melakukan re?eksi terhadap apa yang telah terjadi setahun belakangan. Begitu juga dengan dunia IT, selama setahun terakhir beberapa rangkaian teknologi baru bermunculan. Kami menyajikan beberapa informasi seputar teknologi yang cukup memorable yang terjadi sepanjang tahun 2015.


Popularitas Android L


Seperti yang diketahui sebelumnya, Google selaku pengembang utama Android selalu berusaha memberikan upgrade OS Android per 6 bulan sekali. Tepat pada November 2014, versi terbaru Android kala itu, Android Lollipop dirilis. Tentunya, seperti upgrade Android sebelumnya, penetrasi Lollipop cukup lambat karena masih sedikit smartphone yang menjalankan Lollipop hingga awal 2015.


Hal tersebut teratasi di tahun 2015. Seiring berjalannya waktu. Lollipop semakin banyak digunakan. Ada dua jalur yang ditempuh vendor smartphone, yakni menyediakan upgrade OTA (over the air) untuk lini smartphone kelas menengah ke Atas, atau menyediakan smartphone baru di segala lini dengan Lollipop selaku OS-nya. Jalan mana pun yang diambil terbukti telah membuat Lollipop menjadi populer di tahun 2015.



Popularitas Lollipop sendiri didukung dengan aware-nya pengguna Android terhadap Android. Berbeda dengan upgrade lain yang biasanya lebih banyak mengubah sistem core Android, di Lollipop kali ini sisi tampilan juga mendapat perhatian khusus. Adanya "Material Design" menjadi pembeda antara Lollipop dan versi Android sebelumnya. Jika Android sebelum Lollipop lebih suka bermain dengan warna gelap, pada sistem operasi Lollipop, warna cerah dengan gradasi begitu indah menghiasi smartphone Anda. Kami sendiri beropini bahwa baru di Lollipop ini stock Android terlihat menawan. Sedangkan di sisi core-nya, Lollipop telah resmi menjadi Android pertama yang menggunakan ART (Android RunTime), menggantikan Dalvik VM. Lollipop juga menjadi versi Android pertama yang mendukung komputasi 64 bit.


Per November 2015, Google mencatat terdapat 25.6% pengguna Android yang menggunakan Lollipop. Kitkat masih merajai dengan 32.8% dan disusul oleh Jelly Bean dengan 29%. Edisi terbaru Android, Marshmallow ada di angka 0,3% dan kami memprediksi Android 6.0 ini akan booming di tahun selanjutnya, layaknya yang pernah terjadi pada Lollipop sebelumnya.


Pelopor RAM 4 GB di Android


Ada hal menarik yang terjadi di dunia Android. Para vendor seakan tak kehilangan akal dalam merebut pangsa pasar di tengah ramainya persaingan smartphone Android. Setelah bersaing ketat di aspek jumlah core prosesor, persaingan memasuki dimensi baru, yakni di besaran RAM. Ya, jika di tahun 2014 RAM 2 GB sudah terbilang "wah", di tahun 2015 beberapa vendor menaikkan standar atas yang baru dengan merilis smartphone RAM 4 GB.


Jika melihat ke belakang, Android versi awal dapat berjalan optimal di RAM 128 MB atau 256 MB. Namun sekarang, 1 GB menjadi batas "aman". Sedangkan untuk mencapai level lancar, 2GB menjadi jawabannya. Lalu, mengapa harus 4 GB?


Pada dasarnya, Android merupakan OS yang menggunakan kernel Linux. Kernel itu sendiri yang menjembatani OS dengan hardware. Berbeda dengan kernel lainnya, Linux memiliki mekanisme cache yang cukup agresif. Karena kecepatan akses data di RAM jauh lebih tinggi daripada di storage, Linux akan mengisi RAM dengan data yang sering diakses, selama terdapat ruang kosong di RAM.



Karena itu, dengan kapasitas RAM yang besar berarti semakin banyak pula data yang bisa di-cache. Ini pula yang dimanfaatkan Android dengan RAM besar. Pada akhirnya, aplikasi yang sering digunakan akan selalu disimpan di RAM akan membuat multitasking menjadi lebih nyaman. Selain itu, pergantian antar aplikasi (app) akan berjalan dengan mulus. Jika Anda penasaran, silakan periksa Android Anda, berapa banyak app yang di-cache oleh Android.


Di tahun 2015, Asus menjadi yang pertama merilis smartphone dengan RAM 4 GB. Dipadukan dengan SoC Intel Moorefield 22 nm, smartphone yang dinamakan Asus Zenfone 2 tersebut mencuri perhatian dunia ketika dirilis. Selain faktor RAM, harga jual yang tergolong "murah" untuk kelas premium menjadi faktor lainnya. Tak lama setelah itu, semakin banyak vendor yang merilis smartphone dengan RAM 4 GB di tahun 2015.


Generasi 64-bit dan ARMv8


Hadirnya RAM 4 GB di Android bukan hanya karena perkara cache. Namun, untuk memanfaatkan teknologi terbaru lainnya, yakni prosesor ARM 64-bit. Jika di kelas x86 prosesor 64 bit telah ada sejak jaman Windows XP berjaya, di ARM kemunculannya baru terjadi karena Android itu sendiri. Dari awal, ARM biasanya hanya digunakan untuk spesific purpose machine, berbeda dengan x86 yang general-purpose. Siapa sangka dengan populari-tas Android, ARM menjadi lebih general-purpose, sehingga kapabilitas 64 bit menjadi relevan untuk direalisasikan.


Mengapa ARM butuh kapabilitas 64-bit? Akses ke memory atau RAM yang lebih besar. Prosesor 32-bit hanya mampu akses RAM di bawah 4 GB. Dengan Android yang semakin kompleks, kebutuhan RAM yang makin besar semakin tidak terelakkan. ARM Holdings selaku pemilik paten ARM menjawabnya dengan merilis arsitektur ARMv8, dengan 3 prosesor terbarunya yang dinamai Cortex A72, Cortex A57, dan Cortex A53.



Oleh produsen SoC, prosesor-prosesor tersebut dibungkus bersama modul-modul lainnya (seperti image processor, WiFi, dan modul konektivitas seluler), sebelum ditanamkan di smartphone. Dari ketiga varian tersebut, hanya A72 yang belum digunakan hingga artikel ini ditulis. Sedangkan A53 banyak ditemukan di smartphone kelas menengah. Qualcomm Snapdragon 410 menjadi contoh SoC yang mengandung A53. Sedangkan A57 sendiri banyak ditemui di varian smartphone premium dan digabung dengan A53 membentuk konfigurasi quad core dengan teknologi big.LITTLE (4 core A53 + 2 atau 4 core A57). Snapdragon 808 dan 810 menjadi sebagian contohnya.


Teknologi Layar di Genggaman Tangan


Selain prosesor dan RAM, lalu apa? Tentu saja layar. lni yang paling mudah terlihat. Daya tarik yang dapat dijual di sini adalah resolusi yang diusung dan keberadaan layar pendamping. Layar pendamping? Ya, beberapa smartphone premium telah dilengkapi dengan layar kecil yang menampilkan informasi yang berbeda dengan layar utama.



Yang paling terkenal adalah seri Edge buatan Samsung. Layar kecil di samping (yang disebut Edge) dapat digunakan untuk menampilkan notifikasi dari app favorit, sementara layar utama menampilkan app utama yang sedang Anda gunakan. Selain seri Edge, ada juga solusi layar pendamping yang sedikit berbeda dari LG, yang diterapkan pada LG V10. Di smartphone ini, layar pendamping berada tepat di atas layar utama. Tujuannya serupa dengan Edge. Jadi, Anda tetap dapat memantau notifikasi dari app favorit sambil menjalankan fullscreen app di layar utama.


Bagaimana dengan resolusi? Mayoritas vendor smartphone setuju bahwa 1080p adalah standar. Namun, mengapa puas dengan Full HD? Setelah LG G3 menggebrak dunia dengan resolusi quad HD (1440p) di tahun lalu, lantas siapa yang kali ini menjadi pembeda? Adalah Sony dengan Xperia Z5 Premium yang menjadi pumbeda di segmen rusolusi layar dengan klaim "Smartphone pertama dengan layar 4K". Smartphone yang dirilis akhir November 2015 ini memiliki dimensi layar 5,5 inci, sehingga kerapatannya menjadi 806 dpi. Nilai ini jauh melebihi para pesaingnya.


Tentu saja, drawback yang harus dihadapi adalah pekerjaan prosesor dan GPU yang lebih berat, selain tentunya mengonsumsi daya baterai lebih banyak dibanding resolusi lain yang lebih kecil. Apakah Anda dapat membedakan densitas setinggi itu dibanding yang telah banyak beredar (sekitar 300 hingga 500-an dpi)? Untuk saat ini, kami sendiri merasa resolusi setinggi itu terlalu berlebihan, namun mungkin akan terasa manfaatnya ketika VR di Android semakin umum.


Windows 10, Gratis!


Anda pecinta Windows 7 namun tidak menyukai Windows 8/8.1 karena interface-nya yang berubah secara radikal? 2015 adalah tahun yang baik, karena Microsoft merilis Windows 10 selaku suksesor Windows 8.1. Ada apa dengan Windows 9? Mungkin Microsoft sengaja melewatinya karena pernah merilis edisi identik di tahun 90-an dahulu.


Secara tampilan, Windows 10 merupakan gabungan Windows 7 dan Windows 8. Tampilan Start Menu kini lebih menyerupai Windows 7, dengan beberapa konten berbasis tile layaknya Windows 8. Aplikasi yang dapat diinstal dari Windows Store semakin banyak dan dijalankan layaknya desktop application, tidak lagi fullscreen layaknya Windows 8.



Secara umum, dari segi UI Windows 10 merupakan perbaikan dari Windows 8 atau 8.1 sekali pun. Namun, yang membuat Windows 10 lebih menarik adalah Microsoft memberikan akses upgrade gratis hingga setahun sejak Windows 10 dirilis. Akses gratis ini diberikan kepada pemilik lisensi resmi Windows 7 atau Windows 8.1, edisi apa pun itu.


Masih tidak tertarik? Jika Anda gamer, kehadiran DirectX 12 di Windows 10 menjadi senjata utama Microsoft untuk menarik perhatian Anda. Sebagai API yang lebih "low-level", kehadiran DirectX 12 bisa menjadi batu lompatan dalam desktop gaming.


Dari Yosemite ke El Capitan


Seolah tidak mau kalah, Apple selaku pesaing Microsoft di OS x86 juga merilis upgrade terbaru mereka, dan tentunya gratis. Dengan melakukan upgrade, OS X Anda akan berubah dari Yosemite (10.10) ke El Capitan (10.11). Aturan penamaan masih mengikuti edisi sebelumnya, di mana merujuk ke landmark yang ada di Kalifornia, AS.


Dirilis akhir September 2015, pungguna OS X Yosemite dapat mengunduh El Capitan via App Store. Proses upgrade sendiri akan berjalan dengan sendirinya, dan memakan waktu yang cukup singkat jika perangkat Mac Anda mumpuni.



Beberapa perubahan yang dibawa antara lain Split View, yang memudahkan pembagian layar untuk dua aplikasi sekaligus. Selain itu, Apple juga menggunakan font baru yang dinamakan San Francisco sebagai typeface di UI El Capitan. Tampilan secara keseluruhan tidak banyak berubah dibanding Yosemite.


Perubahan lainnya lebih kepada perbaikan atau penambahan fitur dari berbagai aplikasi bawaan pada Yosemite. Selain itu, Apple sendiri mengklaim dengan El Capitan, pengguna dapat mengharapkan performa lebih balk (dari Yosemite) dalam hal membuka aplikasi hingga 40%. Pengalaman kami menggunakan El Capitan di Macbook Pro (Early 2015) sejauh ini positif, dengan boot time yang cepat dan multitasking yang minim gangguan. Dukungan split view yang banyak ditunggu (Windows telah lama memiliki kemampuan ini) semakin menambah kenyamanan dalam menggunakan OS X.


Invasi Mini PC


Kita semua setuju bahwa masa-masa PC berukuran "raksasa" telah usai. Kini bahkan smartphone dapat melakukan komputasi sederhana seperti browsing, baca dan edit dokurnen. Walau begitu, penggemar PC masih tetap setia karena ada beberapa kelebihan PC yang tidak dimiliki platform lain, salah satu nya perforrna.


Melihat hal itu, beberapa vendor menciptakan segmen mini PC, paduan antara performa sekelas atau mendekati PC dengan ukuran yang kecil. Kecil berarti lebih kecil dari form factor mini ITX. Beberapa bahkan ada yang seukuran smartphone sehingga dapat disisipkan di saku.



Di 2015, terdapat beberapa mini PC yang cukup menarik perhatian. Sebagian besar diperkuat oleh prosesor Intel kelas hemat energi. Jika di tahun sebelumnya lntel sempat menggebrak dengan Intel NUC, di 2015 Intel menawarkan solusi yang lebih "wah" lagi, yaitu Intel Compute Stick. Ya, melalui produk tersebut Intel membuktikan bahwa PC dapat disusutkan menjadi sekecil USB drive. Dengan ujung berupa HDMI, Anda dapat mengubah monitor biasa menjadi sebuah PC yang fungsional. Untuk OS, Compute Stick mendukung Windows dan Ubuntu.


Vendor lain pun seperti tidak mau ketinggalan, di antaranya Lenovo dan Asus. Asus sedikit berbeda karena menggunakan prosesor ARM dan menjalankan Chrome OS. Tentu saja, harga jualnya menjadi lebih rendah dibanding compute stick berbasis Intel.


USB 3.1 dan Type-C


Belum lagi USB 3.0 menjadi standar, USB 3.1 sebagai suksesornya dirilis di 2015. Fitur andalannya adalah kecepatan transfer data yang semakin cepat, mampu mencapai 10 Gbps. Dengan kecepatan tersebut, external SSD akan semakin relevan untuk digunakan.


Walau begitu, bukan fitur tersebut yang disambut antusias. Melainkan daya yang dapat disalurkan oleh USB 3.l , yang mana dapat mencapai 100 W, jauh lebih besar dibanding USB 3.0 atau bahkan USB 2.0. Dengan begitu, pengecasan perangkat berbasis USB (seperti tablet) akan berlangsung lebih cepat. Bahkan, laptop dapat dicas menggunakan USB 3.1, seperti yang ditunjukkan Apple di Macbook Air terbarunya.



Di produknya tersebut, Apple hanya menyertakan 1 port USB 3.1, tanpa ada port pendamping. Uniknya, ukuran port tersebut berbeda dengan port USB biasa, dan disebut USB Type-C. Dimensinya lebih kecil, dan didesain sedemikian rupa sehingga Anda dapat menghubungkan perangkat USB dalam sekali percobaan.


USB Type-C dan USB 3.1 tidak melulu berdampingan, seperti yang terlihat di perangkat mobile. Sebagai contohnya tablet Nokia N1. Meski telah menggunakan USB Type-C, namun standar yang digunakan masih USB 2.0. Ini karena Type-C lebih kepada form factor, sehingga tidak bergantung pada standar teknologi di belakangnya.


Intel Skylake dan DDR4 untuk Semua


Akhirnya generasi terbaru Intel dirilis September 2015 dengan nama Skylake. Kehadirannya sempat diragukan sesuai jadwal mengingat generasi sebelumnya (Broadwell) tergolong telat hadir di pasaran mengingat kesulitan yang Intel temui ketika menggunakan fabrikasi 14 nm. Cukup mengejutkan memang, karena pada akhirnya jarak rilis antara keduanya (versi desktop) hanya berjarak beberapa bulan dari yang harusnya setahun. Di debutnya, Skylake diwakili oleh 2 SKU kelas atas, Intel Core i7 6700K, dan Intel Core i5 6600K.


Secara performa, keduanya memang tidak memberikan peningkatan yang signifikan dibanding Broadwell maupun Haswell. Namun, setidaknya Skylake membawa 2 fitur andalan, yakni dukungan terhadap DDR4 dan chipset baru bernama Intel Z170. Memang, Haswell-E menjadi yang pertama yang mendukung DDR4, namun masih tergolong eksklusif karena Haswell-E merupakan kelas enthusiast.



Secara default, Skylake mendukung DDR4-2133 dan DDR3L-1600 dengan dua kanal. Tipe memory mana yang digunakan murni bergantung pada motherboard yang Anda pilih. Selain DDR4, Skylake diperkuat oleh chipset baru Z170, di mana chipset tersebut dilengkapi dengan PCIe lane tersendiri demi meningkatkan kinerja storage. Selain itu, chipset Z170 juga membuat overclocking di Skylake menjadi lebih menyenangkan berkat tingkat kontrol frekuensi yang lebih presisi.


Intel Atom Tiru Sang Kakak


Sejak 2008, Intel rnenggunakan penamaan berbasis performa untuk prosesornya: Core i3 untuk

go to link download
download
alternative link download